Takut
Ya allah pemilik semuanya. Aku takut. Aku ingin belajar, tapi selalu terhalang iri hati dan dengki. Aku malu melihat yang lain di depan sedangkan aku diam ditempat. Wahai pemilik hati dan perasaanku, aku takut.
Aku takut pada semunya, hari ini, esok, seterusnya. Bagaimana
kehidupanku pasca dunia ini? Aku ngga siap mempertanggungjawabkan semua yang
dititipkan padaku. Boro-boro mau melaksanakan tugasnya, menjaga supaya tidak
rusak saja tidak bisa.
Aku takut. Hari ini, ngga bisa osce saat senin, dan lebih
jauh dari itu ngga bisa jadi dokter. Aku gagal menjadi mahasiswa kedokteran. Aku
ngga bisa bayangin besok, apakah aku bisa menolong orang lain, kalau aku
sendiri ngga bisa menolongku dari takut.
Ya Allah, sang penulis scenario, apakah peranku hanya menjadi figuran? Atau antagonis? 2 minggu ini
aku dihantui rasa takut, frustasi, dan cemas. Penelitianku mandek, secara
individu lagi sakit dan banyak tugas lain, secara tim, kurang motivasi,
koordinasi, arahan, dan banyak lagi.
Organisasiku juga acak kadut. Dan aku ngga mengerti materi
kedokteran. Malu. Takut. Sekali lagi,
apa yang aku pertanggungjawabkan nanti di akhirat atas kesempatan yang diberi
keaku? Aku hanya buang waktu untuk
main-main dalam kemaksiatan. Dan parahnya aku menikmatinya saat berbuat
kekejian.
Aku takut. Apakah harus kuabaikan takut ini? Bukahkah ini
sinyal tubuhku untuk memperbaiki diri? Tapi aku harus gimana? Aku tak bisa
melaju dengan penumpang yang membahayakan. Sosoknya seram dan mencekam, hitam,
begitulah takut. Apakah kamu bisa keluar dari diriku wahai takut? Aku tidak
bergerak, tolong jangan mencekikku, lepaskan aku, keluarlah dari bus ku.
Apakah perasaan takut ini bisa disingkarkan? Atau cukup
diabaikan, tak usah dianggap?
---
It’s okey dear, aku ngga akan pernah tau kapan keberanian
ini akan hadir. Tapi, sembari menungu diriku tenang, aku akan mengingat keindahan
yang Allah berikan. Alhamdulilah
Jujur, aku ketakutan sekali. Dan mari kita hadapi.
Comments
Post a Comment